Tidak pernah menyangka, suatu hari menemukan paragraf praktis dan anti-mendayu, yang menyampaikan inti dari semua maksud dan tujuan kita memilih pilihan kita tentang seseorang. Yah, tentang seseorang yang memang kita pilih sebagai teman dan sahabat sampai menjadi tua. Teman bersandar, teman berkasih sayang, teman mengarungi ujian terberat, dan teman menaklukkan dunia dan cita. Teman hidup, sekaligus teman berpasangan jika itu untuk kisah ini.
Membaca kutipan atau penggalan kisah ini, semua semakin jelas mencuat keluar dari ambiguitas. Keluar dari kepura-puraan dan tulus mengakui kebutuhan akan seseorang. Tidak melebih-lebihkan pendambaan, juga tidak terlalu banyak mencari perumpamaan. Hanya kalimat praktis, yang intinya, kita perlukan seseorang yang bisa memberi kita sudut pandang yang berbeda tentang memaknai hidup kita. Sendiri, mungkin kita berusaha keras untuk membentuk pandangan. Tapi bersama dia, kita lebih punya alasan untuk menoleh dan menggunakan posisi pandang yang berbalikan sekalipun.
@wiedesignarch
------
"Orang lain menganggap hidupnya serba sempurna. Baginya, ini adalah kebahagiaan semu. Ia ingin merasakan cinta. Ia ingin tembok arogansi dalam dirinya runtuh. Ia rindu merasakan kehangatan hatinya. Rindu untuk merasa pilu melihat korban gempa, rindu untuk merasa iba pada seorang ibu yang menggendong anaknya di pinggir jalan. Ia merasa rindu untuk menangis haru karena bahagia. Ia rindu pada perasaan seorang manusia yang perduli." | Adenita; 23 Episentrum; Hal:94
1 comments:
kutipan yg menarik sekali mbak :)
Post a Comment