Hari ini izinkan aku menorehkan apresiasiku tentang karya seorang Chairil Anwar, sekaligus sebagai bingkisanku untuk lelaki pemimpi kelahiran tanggal sekarang, 16 Mei. Semoga tulisan ini bisa jadi bingkisan sederhana yang memantapkan pijakannya sebagai pemimpi, dan menjadi bingkisan berharga untuk yang belum dan ingin mengenali sedikit saja dari sang Chairil Anwar, penulis Indonesia angkatan ’45 yang meninggal di usianya yang sangat muda.
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
TAMAN
Oleh : Chairil Anwar, Maret 1943
Taman punya kita berdua
Tak lebar, kecil saja
Satu tak kehilangan lain dalamnya.
Bagi kau dan aku cukuplah
Taman kembangnya tak berpuluh warna
Padang rumputnya tak berbanding permadani
Halus lembut dipijak kaki.
Bagi kita bukan Halangan.
Karena
Dalam taman punya berdua
Kau kembang, aku kumbang
Aku kumbang, kau kembang.
Kecil, penuh surya taman kita
Tempat merenggut dari dunia dan ‘nusia.
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Sudahkah teman pengunjung tahu satu teman Blogger kita yang sedang berulang tahun di hari ini? 16 Mei sudah pasti merupakan hari istimewa seorang pengagum sederhana Chairil Anwar yang menjadi kawanan Blogger kita ini. Kita doakan semoga limpahan berkah dan kekuatan, senantiasa menemani jejak langkahnya yang terbata namun sarat cita. Amin. ^__^
P.s : tulisan ini dibingkiskan buat kamu yang selalu hafal dengan tulisanmu sendiri seperti berbicara dengan kertas. Tidak kurang satu apapun ketika kamu menceritakan ulang sambil menatap hadapanku, bahkan lengkap hingga titik dan koma.
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
MEREKA BERCERITA SIAPA CHAIRIL ANWAR
“Mungkin Chairil sudah mengatakan sesuatu yang melukai perasaan mereka (pembuat pesta), karena Chairil tidak pernah menahan mulutnya. Mereka termasuk pada apa yang orang sebutkan golongan “terpelajar” yang diejek Chairil dengan sebutan “anak-anak sekolah besar”, dan yang ia sebut dengan julukan bahasa Belanda “burgerlijk” yaitu golongan yang kemudian saya (Asrul Sani) jelaskan sebagai “orang-orang yang menganggap memiliki sofa beledru sebagai suatu keharusan tapi berfikir sebagai suatu kemewahan.””
Chairil Anwar (26 Juli 1922 – 28 April 1049) adalah penulis sastra Indonesia yang meninggal di usia 26 tahun 9 bulan. Tepat tanggal 28 April 2011 kemarin, adalah 62 tahun wafatnya beliau. Beliau memiliki anak bernama Eva yang niatnya hanya dibolehkan memanggil ayahnya itu dengan nama Nini atau Chairil. Sayangnya, Chairil belum sempat mendengar panggilan itu keluar dari mulut putrinya. Chairil dikenang melalui cerita mamanya, yang dipanggil mesra oleh Chairil dengan nama Gajah karena badannya yang gemuk.
Chairil Anwar, penulis kelahiran Medan ini dikenal jauh dari politik. Sajak “AKU” yang selalu dibawakan berapi-api dengan kepalan tinju itu, bukanlah sajak pemberontakan, tapi sebuah pamitan yang getir dari ayahnya yang mencoba membujuk dia kembali ke Medan . Ia menolak dan memilih hidup yang jauh dari berkecukupan. [Asrul Sani]
Teman, saking cintanya Beliau akan membaca sastra mutu milik Belanda yang diinternir Jepang masa itu, Beliau kerapkali mencuri buku-buku tersebut dari toko.
Beberapa kali dia datang pukul 3 pagi, pada saat orang sedang lelap-lelapnya tidur. Dia tarik tangan saya, lalu diajaknya jalan. Dia kuat jalan, dari pagi sampai pagi lagi. Sepanjang jalan dia ngomong terus. [Asrul Sani]
Teman, Chairil Anwar adalah sesosok yang sangat cepat menghafal sajak apapun yang ia baca. Asrul Sani, sang sahabat satu angkatannya, menyebutnya “kutu buku yang kena racun” karena kerap ditemukan unsur-unsur sajak lain di beberapa puisi Chairil. Dan setelah aku sendiri membaca sajak Beliau, ternyata memang benar bahwa Beliau melepaskan bahasa dari kekuasaan kaum pendidik atau baku yang ada di jenjang pendidikan.
ASRUL SANI MENGENANG HARI MENINGGALNYA CHAIRIL ANWAR
“Si Binatang Jalang sudah menyerah. Ia pergi dengan meninggalkan bermacam-macam reputasi, mulai dari anak kurang ajar sampai pada pencuri. Ia adalah bohemian. Banyak orang mengira bahwa ia adalah seorang petualang kumuh. Tidak. Chairil selalu berpakaian rapi. Kerah kemejanya selalu kaku karena dikanji, bajunya senantiasa disetrika licin. Ia bahkan boleh dikatakan dandy. Orang ingat pada matanya yang merah. Ia tidak mengerikan. Ia adalah seorang periang dan seorang sahabat yang baik.” [Asrul Sani, Maret 1999].